
JAKARTA – Plt Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Suharini Eliawati menyebut, pihaknya masih mematangkan sistem pembayaran menggunakan QR code dalam pembelian gas LPG 3 kilogram (kg) di Jakarta.
Sistem ini hanya diperuntukkan bagi warga Jakarta yang membeli gas bersubsidi di agen atau pangkalan. Suharini menyebut, sistem QR code ini bakal diterapkan agar penyediaan gas 3 kg di Jakarta kepada warga tepat sasaran.
“Ini masih dalam pembahasan. Kajian kita secara holistik, kita mencoba kira-kira yang paling gampang di masyarakat dan pengawasan kita lebih baik lagi tentu itu yang akan kita pakai. Salah satunya yang sekarang ini kira-kira kalau pakai QRIS, penjualannya tentu lebih mudah ditelusuri,” kata Suharini di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 11 Februari.
Di Jakarta, sistem QR code sudah diterapkan pada aplikasi Jakpreneur dengan kode khusus yang dimiliki masing-masing pelaku UMKM binaan. Saat ini, Pemprov DKI tengah mengkaji modifikasi sistem pembayaran dalam aplikasi Jakpreneur untuk diterapkan di pembelian gas 3 kg.
“Sekaeang ini kalau dari Jakprenuer sudah berjalan, kita hanya pengen kira-kira bisa tidak, ya, di modifikasi dari QRIS-nya Jakpreneur. Tapi, tidak semudah itu, butuh sosialisasi, dan butuh (sistem) yang paling mudah dimanfaatkan,” jelas Suharini.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Hari Nugroho mengaku, selama ini belum ada mekanisme pengawasan jual-beli gas LPG yang diperuntukkan warga Jakarta. Sementara, banyak warga dari daerah penyangga yang membeli gas di wilayah Jakarta.
Hal yang menarik warga daerah penyangga membeli gas 3 kg di Jakarta karena harga eceran tertinggi (HET) yang lebih rendah dibanding daerah lain di Jabodetabek.
Saat ini HET gas 3 kg di Jakarta masih sebesar Rp16.000 berdasarkan penetapan peraturan gubernur tahun 2015. Sementara, beberapa daerah penyangga telah menetapkan HET sebesar Rp19.000. Selama ini, pangkalan menjual gas kepada semua pembeli.
“Begitu (QR code) di-tap, berarti ketahuan ternyata ada yang KTP-nya (pembeli) bukan DKI. Selama ini di pangkalan kalau KTP ada, jual, jual, jual, mau KTP dari mana pun,” urai Hari.
SEE ALSO:
“Nanti akan kita buat mekanisme itu supaya nanti tidak terjadi kebocoran di luar. Sehingga yang alokasi DKI, ya orang DKI yang nerima,” tambahnya.