Kebijakan Tarif AS jadi Momen untuk Benahi Tata Niaga Impor Besi dan Baja

Kebijakan Tarif AS jadi Momen untuk Benahi Tata Niaga Impor Besi dan Baja


Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

JAKARTA – Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia atau The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) menilai bahwa kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) sebesar 32 persen bisa menjadi momentum untuk membenahi tata niaga besi dan baja nasional.

Ketua Umum IISIA, Muhamad Akbar Djohan mengatakan bahwa kebijakan tarif AS ini memiliki sisi positif dan negatif untuk Indonesia. Positifnya, bisa menjadi momentum untuk memperbaiki regulasi yang bertujuan memberikan perlindungan untuk industri baja maupun tata niaga impor.

“Ini kami harapkan menjadi momentum untuk memperbaiki regulasi-regulasi mengarah kepada memberikan perlindungan terhadap industri baja di dalam negeri dan momentum untuk membenahi tata niaga impor,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 11 April.

Akbar mengatakan dampak kebijakan tarif impor AS ini tidak terlalu signifikan terhadap industri di dalam negeri, sebab secara total Produk Domestik Bruto (PDB) kita kontribusi ekspornya ke Negeri Paman Sam tersebut tidak besar, bahkan tak lebih dari 18 persen.

Meski dampaknya tidak terlalu besar ke ekspor Indonesia, Akbar mengatakan kebijakan tersebut bisa menjadi acuan untuk memperkuat perlindungan industri baja di dalam negeri.

“Secara total PDB kita kontribusi ekspor ke sana juga tidak besar-besar banget. Tidak lebih daripada 18 persen,” ujarnya.

Sisi negatifnya, sambung Akbar, ada risiko yang mungkin timbul akibat tarif tinggi tersebut. Salah satu yang disorotinya adalah perang tarif impor ini akan membuat China enggan menjual produknya ke pasar AS, dan mencari pasar alternatif seperti Indonesia. Kondisi ini tentunya akan membuat produk baja lokal kalah saing.

Apalagi, lanjut Akbar, China merupakan negara penghasil produk besi dan baja terbesar di dunia. Dimana angka produksinya mencapai 1,2 miliar ton per tahun.

“Dampak dari adanya tarif yang dikeluarkan Presiden AS tidak berdampak langsung kepada kita. Tapi yang perlu diantisipasi produk-produk (China) yang harusnya ke AS. Ini pasti mencari pasar, salah satunya Indonesia,” ujar Akbar.

Menurut Akbar, kondisi tersebut perlu diantisipasi oleh Indonesia. Apalagi, dia bilang global supply chain atau rantai pasok global tidak dapat dicegah.

“Ini yang perlu kita antisipasi, global supply chain tidak bisa dicegah dan di luar kontrol kita,” ucapnya.

Karena itu, Akbar mengatakan pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait perlu mengambil tindakan untuk menekan arus besi dan baja impor. Menurut dia, kebijakan ini diperlukan untuk menciptakan persaingan yang adil dan juga memberi ruang produsen dalam negeri berkembang.

Akbar khawatir para pengusaha memilih menutup pabrik dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal jika tidak ada perlindungan yang maksimum dari pemerintah.

“Yang kita khawatirkan, para industriawan, kalau tidak kita beri perlindungan yang maksimum, industriawan ini dan industrinya akan tutup dan terjadi PHK massal. Dan pasti PHK masalah ini akan tidak memberi situasi keamanan yang kondusif di setiap negara,” ujar Akbar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *