
JAKARTA – Penelitian terbaru mengungkapkan temuan yang mengejutkan di dunia medis dan lingkungan. Para ilmuwan mendeteksi keberadaan partikel plastik dalam pembuluh darah pasien yang mengalami stroke.
Tak tanggung-tanggung, jumlah partikel plastik yang ditemukan di pembuluh darah yang tersumbat ini mencapai 50 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan arteri milik orang sehat.
Menurut studi yang baru dipublikasikan ini, jumlah partikel plastik tertinggi ditemukan pada orang yang mengalami stroke, mini-stroke, atau kehilangan penglihatan sementara akibat penyumbatan pembuluh darah.
Micronanoplastics adalah potongan plastik sangat kecil yang dihasilkan selama proses industri atau berasal dari pecahan benda plastik yang lebih besar seiring waktu, misalnya saat terurai di laut atau tanah.
Ukurannya bervariasi, campuran antara mikroplastik yang berukuran kurang dari 5 milimeter dan nanoplastik yang tak bisa dilihat dengan mata. Karena ukurannya yang sangat kecil, partikel ini lebih mudah menyebar dan menembus sel serta jaringan dalam tubuh makhluk hidup.
“Jenis plastik ini umum ditemukan di lingkungan, terutama di tempat-tempat seperti ‘pulau sampah’ di lautan,” ujar Ross Clark, ahli bedah vaskular dan ilmuwan di University of New Mexico, Albuquerque, yang memimpin penelitian ini, dikutip dari laman The Sun
“Banyak orang mengira mikro dan nanoplastik berasal dari alat makan plastik, talenan, kemasan, botol air, dan barang plastik lainnya. Tapi sebenarnya, sumber utama partikel ini adalah makanan dan air yang kita konsumsi,” tambahnya.
Para peneliti membandingkan kadar micronanoplastics dalam arteri karotis, pembuluh darah besar di kedua sisi leher. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok, yakni mereka dengan arteri sehat, mereka yang memiliki plak namun tanpa gejala, dan mereka yang mengalami gejala akibat penumpukan plak.
Mereka juga membandingkan plak dengan kadar plastik rendah dan tinggi untuk melihat dampaknya terhadap penanda peradangan, aktivitas gen pada sel kekebalan bernama makrofag, dan sel punca berfungsi menstabilkan plak.
BACA JUGA:
Hasilnya, konsentrasi micronanoplastics dalam plak pada orang yang tidak menunjukkan gejala tercatat 16 kali lebih tinggi dibandingkan kadar yang ditemukan pada dinding arteri milik donor jaringan yang telah meninggal serta tidak memiliki plak.
Bahkan, kadar partikel plastik ini 51 kali lebih tinggi pada mereka yang mengalami stroke, mini-stroke, atau kehilangan penglihatan sementara akibat tersumbatnya aliran darah ke retina, dibandingkan dengan donor jaringan yang sama. Namun, tak ditemukan kaitan langsung antara jumlah micronanoplastics dan tanda-tanda peradangan akut.
“Temuan ini menunjukkan efek biologis micronanoplastics terhadap timbunan lemak lebih kompleks dan tidak sesederhana sekadar menyebabkan peradangan secara tiba-tiba,” ujar Clark.
Tahap selanjutnya dari penelitian ini akan difokuskan pada pemahaman lebih dalam tentang dampak imunologis dari micronanoplastics dalam pembuluh darah yang tersumbat.
“Sangat penting untuk mempelajari apa yang sebenarnya dilakukan partikel ini terhadap tubuh kita. Tapi kita juga harus berhati-hati dengan hasil awal studi ini. Kita mungkin butuh waktu bertahun-tahun untuk benar-benar memahami dampaknya secara biologis,” kata Clark lagi.
Penelitian ini memang memiliki beberapa keterbatasan. Misalnya, belum bisa dibuktikan bahwa micronanoplastics dalam plak adalah penyebab langsung gejala penyakit arteri karotis. Bisa jadi partikel ini hanya merupakan indikator adanya masalah kesehatan lain.
“Kami terus menyempurnakan metode agar kadar lemak dalam sampel bisa dikurangi, sehingga tidak mempengaruhi hasil analisis,” tambah Clark.
Menanggapi studi ini, Karen L. Furie, wakil ketua sukarelawan di Subkomite Ilmu Kesehatan Otak dan Stroke dari American Heart Association, yang tidak terlibat dalam penelitian memberikan pendapatnya.
“Ini adalah studi yang sangat menarik sekaligus mengkhawatirkan. Selama ini, kita belum pernah menganggap paparan partikel mikro dan nanoplastik sebagai faktor risiko stroke yang bisa dimodifikasi. Meskipun masih perlu pemahaman lebih lanjut mengenai mekanisme yang terlibat dalam penyakit aterosklerosis karotis yang bergejala, temuan ini membuka peluang baru untuk pencegahan stroke.” tambahnya.