Mendag Budi Ajak Pelaku Bisnis Waralaba Ikut Program Business Matching

Mendag Budi Ajak Pelaku Bisnis Waralaba Ikut Program Business Matching


Menteri Perdagangan Budi Santoso. (Foto: Dok. Kemendag)

JAKARTA – Menteri Perdagangan Budi Santoso mengajak pelaku usaha waralaba yang tergabung dalam Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) untuk mengikuti business matching atau penjajakan bisnis yang digelar Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Menurut Budi, business matching dapat memfasilitasi pelaku usaha waralaba untuk mencari peluang pasar yang lebih luas di mancanegara.

Selain itu, sambung Budi, keikutsertaan sektor jasa berupa waralaba akan menambah keragaman komoditas yang ditawarkan business matching Kemendag yang selama ini didominasi barang.

“Sampai sekarang, belum ada waralaba yang ikut serta dalam business matching Kemendag. Sektor jasa harus kita galakkan ekspornya. Jadi, kalau bisa, di bawah AFI, mulai Mei 2025 ini agar ada waralaba yang ikut serta,” kata Budi dalam keterangan resmi, Jumat, 25 April.

Sekadar informasi, business matching Kemendag merupakan bagian dari salah satu program prioritas Kemendag yaitu Perluasan Pasar Ekspor. Pelaku usaha dapat menghubungi perwakilan perdagangan Indonesia (perwadag) di 33 negara akreditasi, yaitu Atase Perdagangan dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC).

Para pelaku usaha yang ingin ekspor dapat mempresentasikan komoditas-komoditas mereka kepada perwadag melalui sesi pitching. Kemudian, para perwadag akan mencarikan buyer mancanegara. Bila gayung bersambut, perwadag akan menggelar sesi business matching yang mempertemukan para pelaku usaha dengan calon pembeli di negara tujuan ekspor.

Budi bilang Kemendag berkomitmen mendukung pengembangan kewirausahaan nasional. Menurut dia, waralaba bisa menjadi salah satu pendorong utamanya.

Lebih lanjut, Budi mengatakan waralaba dapat memberikan akses lebih mudah untuk memulai usaha, menawarkan sistem bisnis yang terstandardisasi, serta menghadirkan dukungan berkelanjutan dari pemberi waralaba.

“Jumlah wirausaha di suatu negara memegang kunci yang penting dalam upaya memperkuat fondasi ekonomi nasional. Saat ini, rasio kewirausahaan Indonesia adalah 3,4 persen dari total angkatan kerja,” tuturnya.

Sementara, sambung Budi, sebagai perbandingan, rasio kewirausahaan Malaysia dan Thailand sudah lebih dari 4 persen, sementara Singapura 8,7 persen dan Amerika Serikat 12 persen.

“Rasio kewirausahaan kita harus 10 sampai 12 persen. Waralaba ini menjadi salah satu cara untuk meningkatkan rasio kewirausahaan. Kita tidak memulai dari nol, karena melalui waralaba, manajemen dan berbagai hal terkait sudah berjalan dengan baik. Pemerintah bersama AFI berkomitmen untuk terus menumbuhkan waralaba di dalam negeri dan untuk tujuan ekspor,” ucapnya.

Pada 2024, sambung Budi, sektor waralaba telah menyerap hampir 98.000 tenaga kerja, mencatatkan omzet hingga Rp143,25 triliun, dan mengelola lebih dari 48.000 gerai, baik milik sendiri maupun yang diwaralabakan.

Beberapa waralaba nasional telah ekspansi ke luar negeri. Misalnya, Alfamart, Ayam Gepuk Pak Gembus, Kebab Turki Babarafi, Taman Sari Royal Heritage Spa, dan Roti Ropi.

Sementara itu, Ketua Umum AFI Anang Sukandar menyampaikan asosiasi waralaba ingin mendorong usaha-usaha waralaba lokal. Di negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, Malaysia, dan Singapura, sekitar 55 persen usaha waralaba bergerak di sektor makanan dan minuman (mamin).

Karakteristik ini, menurut Anang, menunjukkan peluang yang besar bagi Indonesia untuk memasuki pasar waralaba di tingkat global.

“Kalau kita lihat, Indonesia berpeluang sekali untuk mengembangkan bisnis waralaba. Ada sepuluh jenis masakan Indonesia yang khas, saya kira itu bisa dikembangkan. Saya kira, peluang kita cukup banyak. Saya imbau para pengusaha untuk menekuni bidang-bidang yang memang bisa dikembangkan,” kata Anang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *