
JAKARTA – Mantan Menteri Keuangan RI ke-28 yang juga Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri menilai pasar obligasi Indonesia masih cukup aman dari dampak negatif kebijakan kenaikan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donal Trump.
Sekadar informasi, Trump mengenakan tarif timbal balik atau reciprocal tariff ke Indonesia sebesar 32 persen. Saat ini, pengenaan tarif tersebut masih ditangguhkan oleh Trump.
“Efek dari bond market (pasar obligasi) di Indonesia itu juga mungkin limited,” kata Chatib dalam Panel Discussion yang diselenggarakan oleh The Yudhoyono Institute di Jakarta, Minggu, 13 April.
Chatib mengatakan efek terhadap obligasi mungkin terbatas karena kepemilikan asing atas obligasi pemerintah Indonesia hanya sekitar 14 persen. Artinya, jika seluruh investor asing menarik dananya sekalipun, dampaknya sangat terbatas.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Chatib menjelaskan kondisi pasar obligasi saat ini berbeda dengan pada krisis global tahun 2008. Dia bilang situasi krisis jauh lebih berat saat itu karena Indonesia masih bisa tumbuh 4,6 persen.
“Tidak seperti yang kita alami di tahun misalnya 2008, Pak. Jadi pada waktu Pak SBY memimpin kita menghadapi global financial crisis, saya mesti mengatakan bahwa situasi saat itu sebetulnya jauh lebih berat dibandingkan dengan situasi yang kita hadapi. Dan saat itu Indonesia masih bisa tumbuh di 4,6 persen,” ucapnya.
Selain itu, sambung Chatib, dampak negatif kebijakan tarif Trump juga terbatas terhadap ekspor Indonesia. Sebab, kontribusi ekspor Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional hanya sebesar 22 persen, sedangkan porsi ekspor ke AS hanya sekitar 10 persen.
“Ekspor kita ke Amerika itu 10 persen. Jadi kalau terhadap PDB itu berarti 10 persen dari 22 persen, berarti hanya 2,2 persen. Jadi meski dalam skenario terburuk pun, itu efeknya 2,2 persen dari GDP,” tuturnya.