
JAKARTA – Pengembangan obat-obatan di Indonesia kian menjadi fokus utama dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan serta kemandirian industri farmasi dalam negeri.
Untuk mendukung hal ini, kolaborasi internasional menjadi strategi penting guna mempercepat transfer teknologi, pertukaran pengetahuan, serta penyelarasan regulasi dengan standar global.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjalin komunikasi strategis dengan otoritas kesehatan luar negeri. Salah satunya adalah pertemuan antara Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dengan Chief Executive Officer (CEO) Health Sciences Authority (HSA) Singapura, Raymond Chua. Pertemuan tersebut berlangsung di sela-sela agenda Asian Network Meeting (ANM) yang digelar di Tokyo, Jepang.
HSA merupakan lembaga pengawas produk kesehatan di Singapura yang memiliki peran serupa dengan BPOM di Indonesia. Kedua institusi ini sama-sama tergabung dalam ASEAN Pharmaceutical Product Working Group (PPWG), yang berperan dalam menyusun harmonisasi kebijakan farmasi di kawasan Asia Tenggara.
Mengutip ANTARA, Taruna Ikrar mengungkapkan bahwa pertemuan dengan HSA bertujuan untuk menjajaki kerja sama dalam bidang evaluasi dan perizinan obat-obatan inovatif.
Salah satu bentuk konkret kolaborasi yang tengah dibahas adalah asesmen bersama atau joint assessment. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat proses akses masyarakat terhadap obat baru yang lebih efektif dan aman.
Topik diskusi yang mencuat dalam pertemuan tersebut antara lain pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam sistem layanan kesehatan, pengembangan obat terapi lanjutan (Advanced Therapy Medicinal Products/ATMP), keamanan siber di sektor farmasi, serta perluasan akses publik terhadap inovasi farmasi.
SEE ALSO:
Selain itu, Taruna juga menegaskan pentingnya perluasan jaringan kerja sama global guna mendukung visi BPOM untuk diakui sebagai WHO-Listed Authority (WLA)—status yang menunjukkan keandalan dan integritas sistem pengawasan suatu negara berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurutnya, BPOM telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam sistem regulasi. Sejak 2005, BPOM berada di tingkat kematangan (maturity level) 3 secara keseluruhan, dan pada 2018, empat fungsi utama—yakni registrasi, farmakovigilans, laboratorium, dan lot release—telah mencapai maturity level 4. Harapannya, sembilan fungsi lainnya juga akan memenuhi kriteria level 4 agar BPOM bisa sepenuhnya diakui sebagai regulator kelas dunia.
Dalam pertemuan itu, HSA turut membagikan pengalaman mereka dalam proses asesmen untuk mendapatkan pengakuan WHO, yang menjadi rujukan penting bagi BPOM dalam memperkuat sistemnya.
Sebagai tindak lanjut, kedua lembaga sepakat untuk menyusun Nota Kesepahaman (MoU) yang akan menjadi dasar kerja sama bilateral ke depan dalam mendukung pengembangan regulasi dan akses terhadap obat-obatan inovatif.